Recently Published
Most Viewed
Conference paper

Ragam Bahasa Berita pada Media Cetak dan Media Online Kampus

Peran mahasiswa dalam pemberitaan kampus menjadi sangat penting seiring dengan perkembangan media online yang menuntut pemberitaan yang sebenar, pantas, aktual, dan up to date. Dalam era digital saat ini, pemberitaan tidak lagi hadir dalam satu bentuk, namun hadir dalam bentuk multimodal, integrasi teks, gambar, dan suara. Penulis muda dari kalangan mahasiswa merupakan kelompok yang responsif terhadap perubahan-perubahan ini. Tidak hanya bentuk berita, bahasa yang digunakan oleh penulis berita yang merupakan anak muda tersebut juga memunculkan ragam bahasa yang berbeda-beda. Dengan menelaah tulisan para penulis muda, peneliti berharap untuk mendapatkan gambaran tentang ragam bahasa yang digunakan oleh para penulis muda tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka, penelitian yang dilakukan berdasarkan karya tertulis. Tulisan yang diteliti adalah tulisan yang dimuat di media cetak dan media online kampus Universitas Katolik Soegijapranata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ragam bahasa yang digunakan dalam berita cetak kampus seperti Kronik adalah ragam bahasa formal, ragam bahasa yang digunakan dalam website kampus seperti website adalah ragam bahasa formal dan semi-formal, dan ragam bahasa yang digunakan di media sosial kampus cenderung non-formal. Peneliti juga menemukan bahwa ragam bahasa yang berbeda juga tergantung pada konten berita. Ragam bahasa formal digunakan apabila konten berita bersifat resmi sedangkan bahasa semi-formal dan non-formal digunakan ketika konten berita bersifat kurang resmi atau santai.
Conference paper

Proses Relasional dan Konstruksinya dalam Klausa Bahasa Indonesia

Salah satu fungsi bahasa dalamperspektif Linguistik Fungsional Sistemik (LFS)adalah sebagai wahana semiotik dari pengalaman manusia, baik pengalaman eksternal maupun pengalaman internalnya. Makna ini diwujudkan dalam satuan terkecilnya sebagai klausa dengan sistem transitivitasnya yaitu konfigurasi partisipan, proses dan sirkumtan. Unsur utama pengalaman menurut Halliday (1985) adalah proses, yang secara kongruen direalisasikan dalam tata bahasa sebagai verba. Hal ini menarik untuk dilihat lebih jauh terutama dalam bahasa Indonesia yang mana unsur klausa tidak selalu diisi oleh verba. Dalam tata bahasa Indonesia dikenal istilah klausa nonverbal yang mana unsur predikat dapat diisi oleh nomina, adjektiva, adverbial atau frase preposisi. Bentuk-bentuk klausa seperti ini ternyata didominasi oleh klausa dengan proses yang dalam tata bahasa fungsional dikategorikan sebagai dengan proses relasional. Proses relasional (process of being) sendiri beserta subkategorinya adalah proses yang sangat penting dalam untuk pemerian dan pengkategorian orang, benda dan fenomena, yang sangat penting dalam teks ilmiah. Makalah ini lebih jauh akan membahas bagaimana makna proses relasional dikonstruksidalam sistem bahasa Indonesia. Data yang digunakan diperoleh dari artikel ilmiah dan novel, yang bertujuan untuk memberikan juga gambaran perbedaan konstruksi proses relasional dari ranah yang formal ke ranah populer. Ditemukan bahwa proses relasional dalam bahasa Indonesia tidak selalu muncul dalam struktur lahir dan seringkali dilesapkan karena relasi antar partisipan sudah jelas. Verba tidak dapat dilesapkan pada konstruksi yang menyebabkan hubungan antar partisipan tidak jelas atau ambigu. Hal ini terutama pada proses relasional turunan dalam tipe identifikasi. Selain itu dalam bahasa Indonesia terdapat pula konstruksi verba berawalan ‘ber-‘ yang lekat dengan nomina inti pada frase nomina yang menandai proses atributif kepemilikan. Verba berawalan ‘ber-‘ tidak dapat menandai proses identifikasi. Pelesapan verba relasional dalam bahasa Indonesia juga sangat terkait dengan ragam teks
Conference paper

Penerjemahan Folklore dalam Wisata Kuliner Khas Keraton di Gadri Resto Yogyakarta

Conference paper

Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Desa Budaya di Yogyakarta

Conference paper

Makna Filosofi MASANGIN sebagai Tradisi Ritual Budaya di Alun- Alun Selatan Yogyakarta

Suggested For You
Conference paper

Potensi Wisata MICE dalam Usaha Peningkatan Okupansi Hotel di Kota Semarang

Peningkatan jumlah kunjungan pariwisata di Indonesia tentunya bukan hanya menjual budaya dan keindahan pesona alam Indonesia akan tetapi terdapat faktor lain yang dapat dijadikan sebagai suatu terobosan pariwisata untuk semakin meningkatkan angka kunjungan salah satunya adalah MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). MICE tentunya akan mendukung pariwisata di Indonesia dengan semakin memperkuat pembangunan di sektor pariwisata. Kota Semarang sebagai salah satu kota MICE yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata bersaing dengan 15 kota lain di Indonesia diantaranya Bali, Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogya, Solo, Medan, Makassar, Padang, Manado, Balikpapan, Lombok, Bintan, Palembang dan Batam. MICE pada tahun 2019 diperkirakan naik sebesar 10 persen dengan posisi saat ini Indonesia berada di peringkat 89 dunia dan ditargetkan pad atahun 2019 naik ke peringkat 40 dunia. Kunjungan tamu asing maupun tamu domestik yang menunjukkan tren positif sehingga kota Semarang sangat layak dijadikan wisata MICE. Hal ini berkaitan dengan sarana dan prasarana serta akomodasi yang mendukung kegiatan tersebut. Perlu promosi untuk pasar mancanegara dalam memperkenalkan Semarang sebagai kota budaya dan kota MICE sehingga mampu menggaet wisatawan MICE. Wisata MICE menjadi salah satu andalan keunggulan pariwisata yang ada di Kota Semarang selain wisata budaya, wisata kuliner, wisata religi dan sejarah kebudayaan.
Read more articles